my prince

my prince
4910

Jumat, 19 Juli 2013

AsKep konsep Diri

Asuhan Keperawatan Gangguan Konsep Diri

KONSEP DASAR GANGGUAN KONSEP DIRI

1.     Pengertian

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsp diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan orang lain ( Suliswati, dkk, 2005 ).

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak berbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri dengan orang terdekat dan dengan realitas kehidupan ( Stuart, 2006 ).

Gangguan harga diri atau harga diri rendah adalah perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan ( Sujono dan Teguh, 2009 ).

Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 1998).

Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).

Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya, percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Budi Ana Keliat, 1999).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa kesesuaian antara perilaku dengan ideal diri berupa perasaan negatif terhadap kemampuan diri.

2.     Komponen konsep diri

a.       Gambaran diri / Citra tubuh

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman – pengalaman baru ( Suliswati, dkk, 2005 ).

Sikap seseorang terhadap tubuhnya baik secara sadar atau tidak sadar. Persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan serta potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Jika individu menerima dan menyukai dirinya, merasa aman dan bebas dari rasa cemas disebut self esteem meningkat ( Kusumawati dan Hartono, 2010 ).

b.      Ideal diri

Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginnkan / disukainnya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita – cita atau pengharapan diri berdasarkan norma – norma sosial di masyarakat tempat individu tersevut melahirkan penyesuaian diri ( Suliswati, dkk, 2005 ).

c.       Harga diri

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga ( Stuart, 2006 ).

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan ( Suliswati, dkk, 2005 ).

d.      Performa peran

Serangkain pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu ( Stuart, 2006 ).

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosialnya ( Suliswati, dkk, 2005 ).

e.       Identitas pribadi / identitas diri

Prinsip penorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja ( Stuart, 2006 ).

            Identitas diri adalah kesadran tentang diri sndiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berdeba dengan orang lain ( Suliswati, dkk, 2005 ).

3.      Tanda dan gejala

Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah ( Stuart, 2006 ) mengemukakan 20 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah yaitu :

a.       Mengkritik diri sendiri dan orang

b.      Penurunan produktivitas

c.       Destruktif yang diarahkan pada orang lain

d.      Gangguan dalam berhubungan

e.       Rasa diri penting yang berlebihan

f.       Perasaan yang tidak mampu

g.      Rasa bersalah

h.      Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan

i.        Perasaan negatif tentang tubuhnya sendiri

j.        Ketegangan peran yang dirasakan

k.      Pandangan hidup yang pesimis

l.        Keluhan fisik

m.    Pandangan hidup yang bertentangan

n.      Penolakan terhadap kemampuan personal

o.      Destruktif terhadap diri sendiri

p.      Pengurangan diri

q.      Menarik diri secara sosial

r.        Penyalahgunaan zat

s.       Menarik diri dari realitas dan khawatir

Berdasarkan komponen konsep diri ( Suliswati, dkk, 2005 ) :

a.       Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh :

·         Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu

·         Menolak bercermin

·         Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh

·         Menolak usaha rehabilitasi

·         Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat

·         Menyangkal cacat tubuh

b.      Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah :

·         Mengkritik diri sendiri

·         Merasa bersalah dan khawatir

·         Merasa tidak mampu

·         Menunda keputusan

·         Gangguan berhubungan

·         Menarik diri dari realita

·         Merusak diri

·         Membesar – besarkan diri sebagai orang penting

·         Perasaan negatif terhadap tubuh

·         Ketegangan peran

·         Pesimis menghadapi hidup

·         Keluhan fisik

·         Penyalahgunaan zat

c.       Perubahan perilaku yang berhubungan dengan keracunan identitas :

·         Tidak melakukan kode moral

·         Kepribadian yang bertentangan

·         Hubungan interpersonal yang eksploratif

·         Perasaan hampa

·         Perasaan mengambang tentang diri

·         Kekacauan identitas seksual

·         Kecemasan yang tinggi

·         Ideal diri tidak realistis

·         Tidak mampu berempati terhadap orang lain

d.      Perubahan perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi :

·         Afektif :

-        Kehilangan identitas diri

-        Merasa asing dengan diri sendiri

-        Perasaan tidak nyata

-        Merasa sangat terisolasi

-        Tidak ada perasaan berkesinambungan

-        Tidak mampu mencari kesenagan

·         Persepsi :

-        Halusinasi pendengaran / penglihatan

-        Kekacauan identitas seksual

-        Sulit membedakan diri dengan orang lain

-        Gangguan citra tubuh

-        Menjalani kehidupan seperti dalam mimpi

·         Kognitif :

-        Bingung

-        Disorientasi waktu

-        Gangguan berpikir

-        Gangguan daya ingat

-        Gangguan penilaian

·         Perilaku :

-        Pasif

-        Komunikasi tidak sesuai

-        Kurang spontanitas

-        Kurang pengendalian diri

-        Kurang mampu membuat keputusan

-        Menarik diri dari hubungan sosial

4.     Penyebab

a.       Faktor predisposisi

1)      Biologi :

Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti : suhu dingin atau panas, suara bising, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan yg tidak memadai dan pencemaran (polusi) udara atau zat kimia.

2)      Psikologi

Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Stressor yang lain adalah konflik, tekanan, krisis dan kegagalan.

3)      Sosio kultural

Stereotipi peran gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial (http://digilib.unimus.ac.iddiunduh 10 Mei 2012 ).

4)      Faktor predisposisi gangguan citra tubuh

·         Kehilangan / kerusakkan bagian tubuh ( anatomi / fungsi ).

·         Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh ( akibat pertumbuhan dan perkembangan atau penyakit ).

·         Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh.

·         Prosedur pengobatan seperi radiasi, kemoterapi, transplantasi.

5)      Faktor predisposisi gangguan harga diri

·         Penolakan dari orang lain.

·         Kurang penghargaan.

·         Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten.

·         Persaingan antar – saudara.

·         Kesalahan dan kegagalan yang berulang.

·         Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.

6)      Faktor predisposisi gangguan peran

·         Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat – sakit.

·         Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.

·         Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai.

·         Peran yang terlalu banyak.

7)      Faktor predisposisi gangguan identitas diri

·         Ketidakpercayaan orang tua pada anak.

·         Tekanan dari teman sebaya.

·         Perubahan struktur sosial.

b.      Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu ( internal or external sources ) yang terdiri dari :

1)      Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.

2)      Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya. Ada 3 jenis transisi peran :

a)      Perkembangan transisi, yaitu perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Pertumbuhan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma – norma budaya, nilai – nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.

b)      Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui peristiwa penting dalam kehidupan individu seperti kelahiran atau kematian.

c)      Transisi peran sehat – sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh :

·         Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.

·         Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.

·         Prosedur medis dan perawatan.

5.     Rentang respon konsep diri

Keterangan:

a.       Aktualisasi diri : Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata sukses dan diterima.

b.      Konsep diri : Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri rendah adalah menolak sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan sendiri akibat gagal menyesuaikan tingkah laku dengan cita-cita.

c.       Kerancuan identitas : Kegagalan aspek individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial, kepribadian dewasa yang harmonis.

d.      Depersonalisasi : perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri.

(Stuart, 2006).

6.     Mekanisme koping

Individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda untuk mengatasi stres. Proses koping terhadap stres menjadi pedoman untuk mengatasi reaksi stres. Koping sebagai proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan ( baik tuntutan itu yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan ) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi penuh stres ( Gustiarti, 2002 ) .

Mekanisme koping terdiri dari pertahanan jangka pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri dibagi dua yaitu :

a.       Koping jangka pendek

1)      Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri ( misalnya : konser musik, bekerja keras, dan obsesi nonton televisi ).

2)       Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara ( misalnya : ikut serta dalam kelompok sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau genk ).

3)      Aktivitas yang sementara menguatkan atau menigkatkan perasaan diri tak menentu ( misalnya : olah raga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas ).

4)       Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat identitas diluar dari hidup yang tidak bermakna saat ini ( misalnya penyalahgunaan obat ).

b.      Koping jangka panjang

Mekanisme jangka panjang meliputi :

1)   Penutupan identitas merupakan adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu.

2)   Identitas negatif merupakan asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan ( displacement ), splitting, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk ( Stuart, 2006 ).

c.       Mekanisme pertahanan ego, yang sering dipakai :

1)      Fantasi, kemampuan mengguanakan tanggapan – tanggapan yang sudah ada ( dimiliki ) untuk menciptakan tanggapan baru.

2)      Disosiasi, respon yang tidak sesuai dengan stimulus

3)      Isolasi, menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar

4)      Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada orang lain

5)      Displacement, mengeluarkan perasaan – perasaan yang tertekan pada orang yang kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KONSEP DIRI

1.     Pengkajian

a.       Perilaku

Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang obyektif dan teramati serta bersifat subyektif dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan harga diri yang rendah, kerancuan identitas dan depersonalisasi.

1)      Perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah :

a)      Mengkritik diri sendiri atau orang lain

b)      Penurunan produktifitas

c)      Destruktif yang di arahkan pada orang lain

d)     Gangguan dalam berinteraksi

e)      Rasa diri penting yang berlebihan

f)       Rasa bersalah

g)      Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan

h)      Perasaan negative mengenai tubuhnya sendiri

i)        Ketegangan peran yang di rasakan

j)        Pandangan hidup yang pesimis

k)      Keluhan fisik.

l)        Pandangan hidup yang bertentangan

m)    Penolakan terhadap kemampuan personal

n)      Destruktif terhadap diri sendiri

o)      Menarik diri secara sosial

p)      Menarik diri dari realitas

q)      Khawatir

2)      Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas :

a)      Tidak ada kode  moral

b)      Sifat kepribadian yang bertentangan

c)      Hubungan interpersonal eksploitatif

d)     Perasaan hampa

e)      Perasaan mengambang tentang diri sendiri

f)       Kerancuan gender

g)      Tingkat ancietas yang tinggi

h)      Ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain

i)        Kehilangan keautentikan

j)        Masalah intimasi

3)      Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi :

a)      Afektif

(1)   Mengalami kehilangan identitas

(2)   Perasaan asing terhadap diri sendiri

(3)   Perasaan tidak aman, rendah diri, takut, malu

(4)   Perasaan tidak realistis

(5)   Rasa terisolasi

(6)   Kurang rasa kesinambungan dalam diri

(7)   Ketidakmampuan untuk mencari kesenangan atau perasaan untuk mencapai sesuatu ( tidak ada rasa puas )

b)      Perseptual

(1)   Halusinasi penglihatan dan pendengaran

(2)   Kebingungan tentang seksual diri sendiri

(3)   Kesulitan membedakan diri sendiri dengan orang lain

(4)   Gangguan citra tubuh / gambaran diri

(5)   Mengalami dunia seperti dalam mimpi

c)      Kognitif

(1)   Bingung / kacau

(2)   Disorientasi waktu

(3)   Gangguan / distorsi berfikir

(4)   Gangguan daya ingat

(5)   Gangguan penilaian

(6)   Adanya kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama

d)     Perilaku

(1)   Afek yang tumpul

(2)   Keadaan emosi yang pasif dan tidak berespon

(3)   Komunikasi yang tidak serasi atau ideosinkratik

(4)   Kurang spontanitas dan animasi

(5)   Kehilangan kendali terhadap impuls

(6)   Tidak ada inisiatif dan mampu mengaambil keputusan

(7)   Menarik diri secara sosial

b.      Faktor predisposisi

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang meliputi :

1)      Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lan serta ideal diri yang tidak realistis.

2)      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran meliputi streotipik, peran seks, tuntutan peran kerja dan harapan peran cultural.

3)      Faktor yang memepengaruhi identitas personal meliputi ketidak percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan dalam stuktur social.

c.       Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu, yang dibagi menjadi :

1)      Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan seperti konsep berikut ini :

a)      Konflik peran : ketidak sesuaian peran antara yang dijalankan dengan yang diinginkan.

b)      Peran yang tidak jelas : kurang pengetahuan individu tentang peran yang dilakukannya.

c)      Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat untuk menamppilkan seperangkat peran yang kompleks.

2)      Perkembangan transisi yaitu perubahan norma yang berkaitan dengan individu, termasuk keluarga dan norma-norma kebudayaan, nilai-nilai untuk menyesuaikan diri.

3)      Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.

4)      Transisi peran sehat-sakit yaitu peran yang diakibatkan oleh keadaan sehat atau keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan oleh :

a)      Kehilangan bagian tubuh.

b)      Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.

c)      Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan.

d)     Prosedur pengobatan dan perawatan.

5)      Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan, ketidak seimbangan bio-kimia, gangguan penggunaan obat, alkohol dan zat.

d.      Stressor pencetus

Stressor pencetus ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal :

1)      Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.

2)      Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran :

a)      Transisi peran perkembangan yaitu perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan untuk penyesuaian diri.

b)      Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

c)      Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :

(1)   Kehilangan bagian tubuh.

(2)   Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh.

(3)   Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal.

(4)   Prosedur medis dan keperawatan.

e.       Sumber-sumber koping

Semua orang yang terganggu perilakunya tetap mempunyai beberapa kelebihan personal meliputi :

1)      Aktivitas olah raga dan aktivitas lain di luar rumah.

2)      Hobi dan kerajinan tangan.

3)      Seni yang ekspresif.

4)      Kesehatan dan perawatan diri.

5)      Pekerjaan, vokasi atau posisi.

6)      Bakat tertentu.

7)      Kecerdasan.

8)      Imajinasi dan kreativitas.

9)      Hubungan interpersonal.

f.       Mekanisme koping

Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.

Pertahanan jangka pendek meliputi :

1)      Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas misalnya konser musik, bekerja keras, dan menonton televisi secara obsesif.

2)      Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara misalnya ikut serta dalam aktivitas social, agama, klub politik, kelompok atau geng.

3)      Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri misalnya olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik, konteks untuk mendapatkan popularitas.

4)      Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu misalnya penyalahgunaan obat.

Pertahanan jangka panjang meliputi :

1)      Penutupan identitas, adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting baik individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi diri individu tersebut.

2)      Identitas negative, asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai dan harapan masyarakat.

2.     Diagnosa keperawatan

Masalah-masalah konsep diri berkaitan dengan perasaan-perasaan ansietas, bermusuhan dan rasa bersalah. Perasaan ini sering menimbulkan proses penyebaran diri dan sirkuler bagi individu yang dapat menimbulkan respon koping maladaptif yang paling hebat. Respon dapat terlihat dalam berbagai pengalaman yang mengancam integritas fisik dan integritas system diri seseorang.

Pengkajian keperawatan yang lengkap mencakup semua respon maladaptive pasien. Banyak masalah keperawatan tambahan akan diidentifikasi berdasarkan bagaimana konsep diri dipengaruhi oleh berbagai area kehidupan.

Diagnosa Keperawatan Nanda yang berhubungan dengan respon konsep diri :

a.       Gangguan citra tubuh

1)      Komunikasi,kerusakan verbal

2)      Koping, individu inefektif

3)      Gangguan penyaluran energi

4)      Berduka, disfungsi

5)      Keputusasaan

b.      Gangguan identitas personal

1)      Ketidakberdayaan.

c.       Penampilan peran, perubahan

1)  Defisit perawatan diri

d.      Gangguan harga diri

1)      Perubahan persepsi sensoris

2)      Pola seksualitas, perubahan

3)      Interaksi sosial

4)      Distress spiritual kesejahteraan spiritual, potensi untuk di tingkatkan.

5)      Proses pikir, perubahan

6)      Amuk, resiko terhadap

DIAGNOSA MEDIS DSM-IV YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPON KONSEP DIRI

Diagnosa DSM-IV

Gambaran Penting

Masalah Identitas

Ketidakpastian tentang banyak masalah yang terkait dengan identitas seperti tujuan jangka panjang, pilihan karir, pola persahabatan, orientasi dan perilaku seksual, nilai moral, dan loyalitas kelompok.

Amnesia Disosiatif

Gangguan yang utama yaitu adanya satu atau lebih episode ketidakmampuan untuk mengingat kembali informasi personal yang penting, biasanya bersifat traumatis atau menimbulkanstres, yang terlalu ekstensif untuk di jelaskan oleh seseorang yang asalnya pelupa.

Fuga Disosiatif

Gangguan utama terjadi secara tiba-tiba, melakukan perjalanan jauh dari rumah atau ke tempat biasa bekerja tanpa direncanakan, dengan ketidakmampuan untuk mengingat yang lalu. Bingung tentang identitas personal atau mengasumsi identitas baru.

Identitas Disosiatif ( Kelainan Kepribadian Ganda )

Adanya dua atau lebih identitas atau keadaan kepribadian (tiap kepribadian mempunyai pola persepsi, berhubungan, dan berpikir tentang didi sendiri dan lingkungan yang berbeda). Sedikitnya dua identitas atau keadaan kepribadian mengendalikan perilaku seseorang. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi personal yang terlalu ekstensif untuk dijelaskan oleh seorang asalnya biasa.

Kelainan Depersonalisasi

Pengalaman yang timbul kembali atau menetap berupa perasaan terpisah dari proses kejiwaan atau tubuh seseorang dan sepertinya berada dalam posisi pengamat (misal : perasaan seperti sedang bermimpi). Selama mengalami depersonalisasi, uji realitas tetap utuh. Depersonalisasi menyebabkan distress klinis atau kerusakan fungsi yang bermakna.

3.     Perencanaan Keperawatan

Tujuan Umum : Meningkatkan aktualisasi diri pasien dengan membantu menumbuhkan, mengembangkan, menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidak mampuan.

Tujuan Khusus : Pasien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep diri dan membantu pasien agar lebih mengerti akan dirinya secara tepat.

RENCANA PENYULUHAN PASIEN HUBUNGAN KELUARGA

Isi

Aktivitas Instruksional

Evaluasi

Definisikan konsep tentang perbedaan diri pada dalam keluarga asal individu.

Bahas perbedaan antara tingkat perbedaan diri yang tinggi dan rendah. Minta pasien untuk mengidentifikasi tingkat fungsi antara anggota keluarga.

Pasien mengidentifikasi tingkat fungsi asalnya.

Uraikan karakteristik penyatuan emosi, jalan pintas emosi dan triangulasi.

1.      Analisa jenis dan pola hubungan keluarga.

2.      Gunakan kertas dan pensil untuk menggambar diagram pola keluarga.

1.      Pasien menguraikan pola interaksi dalam keluarga sendiri.

2.      Pasien mengidentifikasi peran dan perilakunya.

Bahas peran pembentukan dan pembawa gejala dalam keluarga.

1.      Buat pasien agar peka terhadap dinamika keluarga dan manifestasi stres.

2.      Dukung komunikasi keluarga.

1.      Pasien mengenali konstribusi keluarga terhadap stres yang dialami oleh anggota keluarga.

2.      Pasien menghubungi anggota keluarga.

Uraikan genogram keluarga dan perlihatkan bagaimana membuatnya.

1.      Gunakan papan tulis untuk menggambarkan genogram keluarga.

2.      Tugaskan genogram keluarga.

1.      Pasien memperoleh informasi yang sesungguhnya tentang keluarga.

2.      Pasien menyusun genogram keluarga.

Analisa kebutuhan akan obyektivitas dan tanggung jawab untuk mengubah perilaku sendiri dan bukan perilaku orang lain.

1.      Bermain peran interaksi dengan berbagai anggota keluarga.

2.      Dukung uji coba cara berinteraksi yang baru dengan anggota keluarga.

Pasien menunjukkan tingkat perbedaan yang tinggi dari keluarga asalnya.

4.     Implementasi

Intervensi keperawatan membantu pasien memeriksa penilaian kognitif dirinya terhadap situasi yang berhubungan dengan perasaan untuk membantu pasien meningkatkan penghayatan diri dan kemudian melakukan tindakan untuk mengubah perilaku. Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan tingkat intervensi yang progresif meliputi :

a.       Memperluas kesadaran diri.

b.      Eksplorasi diri.

c.       Evaluasi diri.

d.      Perencanaan yang realistis.

e.       Komitmen atau bertanggung jawab terhadap tindakan.

Prinsip

Rasional

Intervensi Keperawatan

Tujuan : Memperluas Kesadaran Diri Pasien

Bina hubungan terbuka, saling percaya

Kurangi ancaman yang terlihat dalam sikap perawat terhadap pasien, bantu pasien untuk meluaskan dan menerima semua aspek kepribadian

1.      Tawarkan penerimaan tanpa syarat.

2.      Dengarkan pasien.

3.      Dukung pembahasan tentang pikiran dan perasaan pasien.

4.      Berespon tanpa mendakwa.

5.      Sampaikan bahwa pasien adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

Bekerja dengan kemampuan yang dimiliki pasien.

Kekuatan ego tingkat tertentu, seperti kapasitas untuk uji realitas, control diri atau tingkat integritas ego, dibutuhkan sebagai dasar asuhan keperawatan kemudian.

1.      Identifikasi kekuatan ego pasien.

2.      Arahkan pasien sesuai dengan kemampuan minimal :

a.       Mulai dengan meyakinkan identitas pasien.

b.      Berikan dukungan untuk mengurangi tingkatkepanikan (cemas).

c.       Dekati pasien dengan cara tidak menuntut.

d.      Terima dan upayakan klarifikasi komunikasi verbal dan non verbal.

e.       Cegah pasien dari pengisolasian diri.

f.       Bina rutinitas yang sederhana bagi pasien.

g.      Tetapkan batasan untuk perilaku yang tidak tepat.

h.      Orientasi pasien terhadap realitas.

i.        Kuatkan perilaku yang sesuai.

j.        Tingkatkan aktivitas dan tugas yang dapat memberikan pengalaman positif secara bertahap.

k.      Bantu dalam kebersihan dan kecantikan diri.

l.        Dukung pasien dalam asuhan mandiri.

Memaksimalkan peran serta pasien dalam hubungan terapeutik

Timbal balik diperlukan bagi pasien untuk menerima tanggung jawab terhadap perilaku dan respon kopingnya yang maladaptif.

1.      Tingkatkan peran serta pasien secara bertahap dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan asuhan dirinya.

2.      Sampaikan bahwa pasien adalah individu yang bertanggung jawab.

Tujuan : Mendukung Eksplorasi Diri Pasien

Bantu pasien untuk menerima perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya.

Dengan menunjukkan miat dan penerimaan terhadap perasaan dan pikiran pasien, perawat membantu pasien untuk melakukan hal yang sama.

1.      Dukung ekspresi emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran pasien secara verbal dan non verbal.

2.      Gunakan keterampilan komunikasi terapeutik dan respon empati.

3.      Catat penggunaan pemikiran logis dan tidak logis pasien serta laporkan dan amati respon emosinya.

Bantu pasien mengklarifikasi konsep diri dan hubungan dengan orang lain melalui pengungkapan diri.

Pengungkapan diri dan pemahaman terhadap persepsi diri diperlukan untuk membawa perubahan yang akan datang, pengungkapan diri dapat mengurangi ansietas.

1.      Bangkitkan persepsi pasien tentang kelebihan dan kekurangan diri yang dimiliki.

2.      Bantu pasien untuk menguraikan keyakinan ideal diri.

3.      Identifikasi kritik diri pasien.

4.      Bantu pasien untuk menguraikan keyakinan tentang bagaimana ia berhubungan dengan orang lain dan dengan peristiwa.

Menyadari dan mengontrol perasaan perawat.

Kesadaran diri memungkinkan perawat memberikan model perilaku otentik dan membatasi pengaruh negatif kontertransferens dalam hubungan.

1.      Terbuka terhadap perasaan anda sendiri.

2.      Terima perasaan positif dan negatif.

3.      Gunakan diri secara terapeutik dengan :

a.       Berbagi perasaan anda dengan pasien.

b.     Mengungkapkan tentang apa yang mungkin orang lain rasakan.

c.       Mencerminkan persepsi anda terhadap perasaan pasien.

Berespon empati bukan simpati, tekankan bahwa kekuatan untuk berubah berada pada pasien.

Simpati dapat menimbulkan rasa kasihan pasien; sebaliknya, perawat harus mengkomunikasikan bahwa situasi kehidupan pasien memrlukan kendali diri.

1.      Gunakan respon empati dan pantau diri anda terhadap perasaan simpati atau kasihan.

2.      Tegaskan bahwa pasien bukan tidak berdaya atau tak kuasa dalam menghadapi masalah.

3.      Tunjukkan pada pasien baik secara verbal maupun melalui perilaku bahwa pasien bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri, termasuk memilih respon koping yang adaptif atau maladaptif.

4.      Gunakan sistem pendukung dari keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi eksplorasi diri pasien.

5.      Bantu pasien dalam mengenali sifat konflik dan respon koping maladaptif.

Tujuan : Membantu Evaluasi Diri Pasien

Bantu pasien untuk menjabarkan masalah secara jelas.

Hanya setelah masalah dijabarkan dengan benar, pilihan alternatif dapat diusulkan.

1.      Identifikasi stressor yang relevan dan penilaian pasien terhadap stressor.

2.      Klarifikasi bahwa keyakinan pasien mempengaruhi perasaan dan perilakunya.

3.      Bersama pasien mengidentifikasikan keyakinan yang salah ilusi, tujuan yang tidak realistis.

4.      Identifikasi bersama area kekuatan.

5.      Tempatkan konsep keberhasilan dan kegagalan dalam pandangan yang sesuai.

6.      Gali penggunaan sumber koping pasien.

Gali respon adaptif dan maladaptive pasien terhadap masalah.

Penggalian koping tersebut penting untuk memeriksa pilihan koping pasien dan mengevaluasi akibat positif dan negatif.

1.      Uraikan kepada pasien bahwa semua respon koping dapat dipilih dan mempunyai akibat baik positif maupun negatif.

2.      Bandingkan respon adaptif dan maladaptif.

3.      Identifikasi bersama kerugian respon koping yang maladaptif.

4.      Identifikasi bersama keuntungan atau hasil respon koping adaptif.

5.      Bahas bagaimana hasil tersebut mendukung penggunaan respon koping adaptif selanjutnya.

6.      Gunakan berbagai keterampilan terapeutik, seperti :

a.       Komunikasi fasiliatif

b.      Konfrontasi suportif

c.       Klarifikasi peran

d.      Reaksi transferens dan kontertranferens dalam hubungan perawat-klien

e.       Psikodrama

Tujuan : Membantu Pasien Dalam Merumuskan Rencana Tindakan yang Realistis.

Bantu pasien mengidentifikasi pemecahan masalah alternatif.

Hanya setelah semua alternatif yang memungkinkan dievaluasi baru dapat terjadi suatu perubahan.

1.      Bantu pasien memahami bahwa hanya dia yang dapat mengubah dirinya, bukan orang lain.

2.      Jika pasien berpegang pada persepsi yang tidak konsisten, bantu pasien untuk melihat bahwa dia dapat mengubah :

a.       Keyakinan atau ideal mendekati suatu kenyataan.

b.      Lingkungan membuatnya konsisten dengan keyakinan pasien.

3.      Jika konsep diri tidak konsisten dengan perilaku, pasien dapat mengubah :

a.       Perilaku yang sesuai dengan konsep diri.

b.      Keyakinan yang melatar belakangi konsep diri termasuk perilaku.

c.       Ideal diri.

4.      Tinjau bersama bagaimana pasien dapat lebih baik menggunakan sumber koping.

Bantu pasien mengkonseptualisasi tujuan yang realistik.

Penetapan tujuan harus mencakup jabaran yang jelas tentang perubahan yang diharapkan.

1.      Dorong pasien untuk merumuskan tujuannya sendiri (bukan tujuan perawat).

2.      Bahas bersama konsekuensi yang bersifat emosional, praktikal dan realistic dari tiap tujuan.

3.      Bantu pasien untuk menjabarkan secara jelas perubahan konkrit yang diinginkan.

4.      Gunakan latihan peran, contoh peran, permainan peran, dan visualisasi jika sesuai.

Tujuan : Membantu Pasien agar Bertekat untuk Membuat Keputusan dan Mencapai Tujuannya Sendiri.

Bantu pasien melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengubah respon koping maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.

Tujuan utama dalam meningkatkan penghayatan adalah membuat pasien mengganti respon koping yang maladaptif dengan yang lebih adaptif.

1.      Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengalami suatu keberhasilan.

2.      Dukung kekuatan, keterampilan dan aspek yang sehat dari kepribadian pasien.

3.      Dukung pasien untuk memperoleh bantuan (pekerjaan, finansial, pelayanan masyarakat).

4.      Gunakan kelompok untuk meningkatkan harga diri pasien.

5.      Tingkatkan perbedaan diri pasien dalam keluarga.

6.      Beri pasien waktu yang cukup untuk berubah.

7.      Beri sejumlah dukungan yang sesuai dan positif untuk membantu pasien mempertahankan kemajuannya.

5.      Evaluasi

a.       Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien telah menurun dalam sifat, jumlah, asal atau waktu ?

b.      Apakah perilaku pasien mencerminkan penerimaan diri, nilai diri dan persetujuan diri yang lebih besar ?

c.       Apakah sumber koping pasien sudah dikaji dan dikerahkan secara adekuat ?

d.      Apakah pasien sudah meluaskan kesadaran diri dan eksplorasi serta evaluasi diri ?

e.       Apakah pasien menggunakan respon koping yang adaptif ?

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A, dkk. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Keliat, B.A, dkk. 1992. Gangguan Konsep Diri. Jakarta: EGC.

Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa edisi : 3.Jakarta: EGC.

Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan, Cetakan pertama. Jakarta : EGC.

Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: