my prince

my prince
4910

Selasa, 19 November 2013

prinsip 12 benar pemberian injeksi

Prisip 12 benar.

1.     Pasien yang benar.

Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas dan gelang identitas) atau ditanyakan. Jika pasien tidak sanggup berespon secra verbal, respon non verbal dapat dipakai misalnnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadarn harus dicari cara identifikasi lain sesuai ketentuan rumah sakit. Bayi selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

Selalu dipastikan dengan memeriksa identitas pasien atau meminta pasien menyebutkan namanya sendiri.

1.      Pasien berhak untuk mengetahui alasan obat.

2.      Pasien berhak untuk menolak penggunaan sebuah obat.

3.      Membedakan pasien dengan dua nama yang sama.

2.     Obat yang benar.

Obat mempunyai nama dagang atau nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang asing harus diperiksa namageneriknya, dan jika masih ragu hubungi apotekernya.

Sebelum memberi obat label pada botolnya harus diperksa tiga kali,pertama saat membaca permintaan obatnya dan botolnya diambil dari rak; kedua, label botol dibandingkan dengan obat yang diminta dan ketiga, saat dikembalikkan ke rak. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan kebagian farmasi. Bila isinya tidak uniform,sekali lagi harus dikembalikan ke farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, harus diperksa lagi. Saat memberi obat, perawat harus ingat untuk apa diberikan obat itu, hal ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

1.      Periksa dengan teliti obat yang tertulis dalam resep atau MR ( lakukan sesuai tanggungjawab perawat terhadap obat).

2.      Obat yang tertulis dalam resep/ MR harus ditandatangani dokter dan merupakan program terapi terbaru.

3.       Jika prawat diminta untuk menulis ulang obat yang tertulis dalam MR kedalam draft permintaan obat,tulislah nama obat dengan jelas dan benar.

4.      Jika dokter menginstruksikan pengobatan melalui telpon dokumentasikan hal-hal sbb;

a.       Tanggal dan jam instruksi pengobatan.

b.      Nama/identitas dokter.

c.       Nama identitas pasien.

d.      Nama obat.

e.       Kekuatan obat.

f.       Jumlah obat yang diberikan.

g.      Dosis obat.

h.      Rute pemberian.

i.        Frekunsi dan waktu pemberian.

j.        Lama pemberian.

k.      Diusahakan < 24 jam instruksi pengobatan harus sudah ditandatangani dokter

Contoh;  Yogakarta ,17-11-2011, dr. Cantika SpD. Untuk Ny.sartika (44 th), ruang mawar,kamar 1/bed No 2 R/ insulin no X, melalui injeksi subcutan. 1 X 24 jam, setiap jam 10 pagi.

3.     Dosis yang benar.

Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu perawat harus konsultasikan ke apoteker atau penulis resep sebelum dilanjutkan. Jika pasien meragukan dosisnya harus diperiksa lagi. Jika setelah menanyakan kepaa apoteker atau penulis resepnya perwat masih tetap ragu ia tidak boleh melanjutkan pemberian obat itu dan memberi tahu penanggung jawab unit atau ruangan dan penulis resepnya. Secara khusus perhatikan titik desimalnya dalam dosis dan beda antara singkatan mg dan mcg bila ditulis tangan. Ketentuan umum bentuk dosis asli angan diubah. Perawat harus teliti mengitung  secra akurat jumlah dosis yang akan diberikan,degan mempertimbangkan; tersedianya obat, dan dosis obat yang diresepkan/ diminta,pertimbangan BB pasien (mg/kgBB/hari),jika ragu-ragu dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.

4.     Benar waktu pemberian.

Sangat penting, khususnya bagi obat yang evektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai, bahwa obat itu diberi pada waktu yang tepat. Setelah obat diberikan dicatat dosis, rute, waktu, dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak

minum obatnya, atau obat itu tidak sampai terminum,harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

5.     Cara/rute pemberian yang benar.

Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda . faktor yang menentukan rute pemberian terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,kecepatan Respons yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat dan tempat kerja yang diinginkan,obat dapat diberi peroral, parenteral, topikal, rektal, atau melalui inhalasi.

a.      Peroral.

Ini merupakan rute paling umum dipaki, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorbsi melalui rongga mulut (sub lingual atau bukal). Misalnya tablet gliserin trinitrat.

b.      Parenteral.

Parenteral adalah pemberian obat tanpa melalui saluran cerna.

c.       Topikal .

Termasuk disini adalah cream, salep, losion, liniment, sprei, dan dapat dipakai untuk melumasi , melindungi, atau menyampaikan obat kedaerah tertentu, pada kulit atau membran mukosa.

d.      Rektal.

Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria. Pemberian rektal mungkin dilakukan untuk memperoleh efek lokal, seperti pada konstipasi, atau hemoroid untuk memberi obat secara sistematik terhadap mual lambung tidak dapat menahan obat itu . umunya suposittoria lebih unggul dibandingkan enema.

e.       Inhalasi

Saluran napas memiliki luas epitel untuk absorbsi yang sangat luas dan dengan demikian berguna untuk memberi obat secara lokal pada saluranya, misalnya salbutamol (ventolin) atau sprei beklometason. (Becotide, Aldecin) untuk asma atau dalam keadaan darurat, misalnya terapi oksigen.

6.     Benar dokumentasikan

Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku dirumah sakit. Dan selalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan serta respon klien terhadap pengobatan.

7.     Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien

Perawat mempunyai tanggungjawab dalam melakukan pendidikan kesehatan pada pasien,keluarga dan masyrakat luas terutama yang berkaitan dengan obat seperti manfaat obat secara menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah pemberian obat, efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat, dan obat dengan makanan,perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas sehari- hari selama sakit.

8.     Hak klien untuk menolak.

Klien berhak untuk menolak dalam pemberian obat. Perawat harus memberikan inform conset dalam pemberian obat.

9.     Benar pengkajiannya, TTV (tanda- tanda vital) sebelum pemberian obat.

10.            Benar evaluasi.

Perawat selalu melihat atau memantau efek kerja dari obat setelah pemberiannya.

11.            Benar reaksi terhadap makanan

Obat memeliki efektifitas jika diberikan pada waktu yang tepat. Jika obat diminum sebelum makan untuk memperoleh kadar yang diperlukan harus diberikan satu jam sebelum makan misalnya tetrasiklin, dan sebaliknya ada obat yang harus diminum setelah makan misalnya indometasin.

12.            Benar reaksi dengan obat lain.

Pada pengguna obat clhoramphenicol dengan omeprazol pengguna pada penyakit kronis.

Rabu, 28 Agustus 2013

Askep perawatan jenazah

Asuhan keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL

PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINALBatasan Pasien TerminalKondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit / sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung  kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/ mengancam hidup, antara lain :·         Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal,Sirosis Hepatis, Penyakit Ginjal Kronis, Gagal Jantung dan HIpertensi·         Kondisi Keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru-paru, Ca Pankreas, Ca Liver, Leukemia·         Kelainan Syaraf seperti Paralise, Stroke, Hydrocephalus dll·         Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia·         Kecelakaan/Trauma seperti Trauma Kapitis, Trauma Organ Vital (Paru-Paru atau jantung) ginjal dll.Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :·         Fase Prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit·         Fase Akut; berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.·         Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.·         Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :·         Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.·         Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal·         Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun·         Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut·         Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.·         penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.·         Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan·         Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.·         Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi / barrier komunikasi.·         Perubahan Sosial-Spiritual, klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidupSeseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.Cara Mengkaji Tingkat KesadaranKesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya.Menurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran dibagi 3 :·         Closed Awarness·         Mutual Pretense·         Open AwarnessTeknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan metode GCS (Glasgow Coma Scale) .JENIS PEMERIKSAANNILAIRespon motorik ( M )•           Ikut perintah•           Melokalisir nyeri•           Fleksi norma•           Dekortasi•           Deserebrasi•           Tidak ada654321Respon Verval ( V )•           Orientasi baik•           Bicara kacau / bingung•           Kata-kata tidak teratur•           Suara tidak jelas•           Tidak ada54321Respon buka mata ( Eye Opening E )•           Spontan•           Terhadap suara•           Terhadap nyeri•           Tidak ada4321Skor GCS 14-15 : Compos Mentis/Alert/Sadar PenuhSkor GCS 11 – 13 : SomnolentSkor GCS 9 – 11 : SoporSkor GCS 3-8 : KomaFaktor-Faktor yang perlu dikajia.      Faktor FisikPada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.b.      Faktor PsikologisPerubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.Menurut Kubler Ross (1969) seseorang yang menjelang ajal menunjukan lima tahapan, yaitu :·         Denial (menolak), pada tahap ini individu menyangkal dan bertindak seperti tidak terjadi sesuatu, dia mengingkari bahwa dirinya dalam kondisi terminal. Pernyataan seperti ‘ tidak mungkin, hal ini tidak akan terjadi pada saya, saya tidak akan mati karena kondisi ini’ umum dilontarkan klien.·         Anger (Marah) individu melawan kondisi terminalnya, dia dapat bertindak pada seseorang atau lingkungan di sekitarnya. Tindakan seperti tidak mau minum obat, menolak tindakan medis, tidak ingin makan, adalah respon yang mungkin ditunjukan klien dalam kondisi terminal.·         Bargaining (Tawar Menawar), individu berupaya membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kematian. Seperti “ Tuhan beri saya kesembuhan, jangan cabut nyawaku, saya akan berbuat baik dan mengikuti program pengobatan’.·         Depresion (Depresi), ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin memburuk klien merasa terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi kesenjangan, klien banyak berdiam diri dan menyendiri.·         Aceptance(Penerimaan), reaksi fisiologis semakin memburuk, klien mulai menyerah dan pasrah pada keadaan atau putus asa.Peran perawat adalah mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi terminal terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.c.      Faktor SosialPerawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.d.      Faktor SpiritualPerawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien TerminalNilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya,  sehingga reaksi menghakimi harus dihindari. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINALJenis Diagnosa KeperawatanPerawat mengumpulkan data-data senjang untuk membuat diagnosa keperawatan klien pada kondisi terminal. Mengelompokan perubahan/ masalah fisik, psikologis, social, spiritual klien dan keluarganya kedalam kelompok actual atau potensial.Perawat harus mengidentifikasi batasan/karakteristik yang membentuk dasar untuk kelompok diagnosa yang actual atau potensial.Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien terminalKlien menjelang ajal / kondisi terminal membutuhkan pertimbangan khusus ketika diagnosa keperawatn ditegakkan. Klien yang sakit terminal menyebabkan berbagai perubahan kondisi seperti perubahan citra tubuh, cacat fisik atau perubahan konsep diri. Sejalan dengan memburuknya kondisi klien perawat membuat diagnos yang relevan dengan kebutuhan dasar seperti perubahan rasa nyaman, perubahan eliminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan sensoris dan sebagainya. Berbagai kondisi tersebut bisa dituangkan dalam bentuk diagnosa actual atu potensial.Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal, data pengkajian fisik harus dikumpulkan dengan sering dan dapat digunakan untuk memvalidasi diagnosa.Contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kondisi terminal antara lain :·         Nutrisi tidak terpenuhi berhubungan dengan intake/asupan tidak adekuat·         Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret·         Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh·         Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi·         Potensial terjadi kecelakaan fisik berhubungan dengan kelemahan·         Gangguan konsep diri  berhubungan dengan ketidakmampuan pasien menerima keadaannya·         Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan klien mengungkapkan perasaannya dalam menghadapi kematian·         Depresi berhubungan dengan ketidaksiapan menghadapi kematianPERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINALPrinsip Rencana Keperawatan pada pasien terminalKetika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu  lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.Tujuan merawat klien terminal adalah sebagai berikut :·         Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan fisik·         Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari·         Mempertahankan harapan·         Mencapai kenyamanan spiritual·         Menghindarkan / mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan isolasi·         Mempertahankan rasa aman, harkat , dan rasa berguna·         Membantu klien menerima kehilanganIntervensi Keperawatan pada pasien terminalMenurut Rando (1984), ada tiga kebutuhan utama klien terminal yaitu pengendalian nyeri, pemulihan jati diri dan makna diri, dan cinta serta afeksi.Kehadiran perawat harus bisa memberikan ketenangan dan menurunkan ansietas, perawat dapat mendukung harga diri klien dengan menanyakan tentang pilihan perawatan yang diinginkan. Perawat mendorong keluarga untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan klien dan keputusan bersama. Hal ini membantu menyiapkan keluarga ketika klien sudah tidak mampu membuat pilihan.Setiap klien dan keluarga harus ditangani secara unik dengan mengenali kebutuhan, rasa takut, cita-cita, dan kekhawatiran mereka akan perubahan perjalanan penyakit. Klien terminal mungkin mengkhawatirkan situasi dan dukacita dari orang yang ditinggalkan. Selain membutuhkan bantuan dengan masalah yang berhubungan dengan penyakit dan stress emosional yang ditimbulkan, klien juga membutuhkan bantuan dalam masalah financial, perubahan hubungan social dan seksual dan kesulitan dalam menghadapi rumah sakit. Perawat bisa menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu untuk mengatasi masalah praktis pada pasien terminal.PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PASIEN TERMINALKonsep Bimbingan dan Konseling pada Pasien TerminalAsuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.Pokok – pokok  dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan pasien terminal terdiri dari :a.      Peningkatan Kenyamanan.Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi pada klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien terminal juga mencakup pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan pada klien.b.      Pemeliharan KemandirianTempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan lain adalah perawatanhospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dank lien. Sebagian besar klien terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan meningkatkan martabat klien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi klien terutama jika ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bisa memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkan klien membuat keputusan.c.      Pencegahan Kesepian dan IsolasiPerawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif terhadap klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian. Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama klien menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien menjelang ajal, terutama saat-saat terkhir hidupnya.d.      Peningkatan Ketenangan SpiritualPeningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta rohaniawan. Ketika kematian mendekat, Klien sering mencari ketenangan. Perawat dan keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai dan keyakinannya. Klien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian. Klien mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari anggota keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapn dan cinta, cinta dapat diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati dari perawat dan keluarga.Perawat   dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan ketrampilan komunikasi, empati, berdoa dengan klien, membaca kitab suci, atau mendengarkan musik.e.      Dukungan untuk keluarga yang berdukaAnggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus diberikan penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien terminal harus dijelaskan pada keluarga.Prosedur Bimbingan dan Konseling pada pasien terminalDalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien terminal atau keluarganya, harus ditetapkan tujuan bersama. Hal ini menjadi dasar untuk evaluasi  tindakan perawatan. Bimbingan yang diberikan harus berfokus pada peningkatan kenyamanan dan perbaikan sisa kualitas hidup, hal ini berarti memberikan bimbingan pada aspek perbaikan fisik, psikologis, social dan spiritual.PELAKSANAAN PERAWATAN LANJUTAN DI RUMAHBatasan Perawatan Lanjut di RumahPenyakit terminal menempatan tuntutan yang besar pada sumber social dan financial. Keluarga mungkin takut berkomunikasi dengan klien, banyak hal sulit yang dialami keluarga untuk mengatasi kondisi anggota keluarganya yang terminal. Hal ini mencakup lamanya periode menjelang ajal, gejala yang sulit dikontrol, penampilan dan bau yang tidak menyenangkan, sumber koping yang terbatas, dan buruknya hubungan dengan pemberi perawatan. Alternatif perawatan bisa dilaksanakan di rumah, dikenal dengan Perawatan Hospice.Perawatan Hospice adalah program perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien terminal dapat hidup nyaman dan mempertahankan gaya hidup senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Sebagian besar klien dalam program hospicemempunyai waktu hidup 6 bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia tahun 1879, yang kemudian di Inggris, amerika, dan Canada pada tahun 1970-an.Komponen Perawatan Hospice yaitu:o        Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi rumah sakito        Control gejala (fisik,fisiologis, sosio-spiritual)o        Pelayanan yang diarahkan dokter.o        Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri dari dokter, perwat, rohaniawan, pekerja sosial, dan konselor.o        Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu.o        Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.o        Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah keamatian klien.o        Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian dari tim.o        Penerimaan kedalam program didasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar.Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengotrol gejala ketimbang pengobatan penyakit. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan .perawatan klien dikoordinasikan antara lingkungan rumah dan klien. Upaya diarahkan untuk tetap merawat klien dirumah selama mungkin. Keluarga menjadi pemberi perawatan primer, pemberian medikasi dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan sumber psikologis dan fisik yang diperlukan untuk mendukung keluarga.Sistem RujukanDalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh penanggung jawab perawatan. Diluar negeri Registered nurses (RN), mempunyai kewenangan untuk merujuk pasien ke system pelayanan yang lebih tinggi lagi. Dalam perawatan pasien di rumah, system rujukan bisa dibuat, dimana perawatan klien oleh perawat home care dibawah yurisdiksi Registered nurses (RN). RN membuat delegasi tugas-tugas perawatan yang harus dilaksanakan oleh perawat pelaksana yang telah mempunyai izin (lisenced) dari lembaga berwenang.Prinsip Delegasi/Rujukan  :o        Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab langsung untuk merawat klieno        Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk pasien, mengevaluasi asuhan yang diberikan, bimbingan dan konseling pasien terminalo        Pemberian terapi intravena tergantung peraturan pemerintah setempat, ada yang memberi kewenangan untuk melakukan terapi intravena oleh pelaksana perawat, ada juga yang tidak.o        Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan) memberi kan izin pada perawat pelaksana untuk merawat dan membuat rujukan berdasarkan standar asuhan keperawatan.Langkah Perawatan Lanjut di RumahPerawatan lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan perawatan fisik berupa perawatan kebersihan diri, perawatan kulit, ambulasi, laithan dan mobilisasi, berpakaian, kemampuan eliminasi dan lainnya. Perawatan harus memberikan kebersihan, keamanan, kenyamanan dan lingkungan yang tenang. Inti perawatan harus bisa memberikan kenyamanan bagi klien, peningkatan kemandirian, Pencegahan Kesepian dan Isolasi, peningkatan ketenagan spiritual.DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINALTujuan Dokumentasi Askep pada Pasien TerminalBentuk dokumentasi pasien terminal di tiap rumah sakit sangat variatif. Modiifikasi yang dikembangkan berbeda-beda, namun secara garis besar tujuan dokumentasi adalah :a.      memberi informasi perawatan seperti fakta, gambaran, hasil observasi kesehatan klien ke tim kesehatan lainnya.b.      Menunjukan penampilan kerja perawat dalam merawat klien yang lebih spesifikc.      Merupakan catatan mutlak atau dokumen legal yang digunakan sebagai referensi kesehatan klien.Prinsip Aspek Legal dan EtikPada prinsipnya semua catatan kesehatan klien adalah dokumen legal. Dalam tinjauan legal-etik, bentuk perawatan yang diberikan tetapi tidak dicatat sama saja dengan tidak memberikan perawatan. Oleh karena itu penting untuk mencatat semua tindakan yang telah diberikan. Yang legal adalah tindakan yang terdokumentasikan.Teknik PendokumentasianPendokumentasian atau Charting di tiap rumah sakit berbeda, terdapat 3 teknik pendokumentasian, yaitu :a.      berorientasi pada sumber (Source Oriented), informasi kesehatan pasien didokumentasikan berdasarkan sumber tim kesehatan yang membuat. Contoh ada 3 dokumentasi terpisah yaitu catatan kesehatan yang dibuat oleh dokter, perawat, atau fisioterapi. Kekurangannya adalah untuk mengetahui gambaran lengkap/utuh dari pasien, seseorang harus membaca secara terpisah tiap lembar dokumentasi klien dari tiap sumber. Hal ini tentu akan menghabiskan waktu, jenis dokumentasi biasanya dalam bentuk narasi.b.      Berorientasi pada Masalah (Problem –based Oriented), pendokumentasian berdasarkan masalah yang ditemukan pada klien. Semua masalah actual maupun potensial dibuat catatannya. Semua tim kesehatan mendokumentasikan pada lembar yang sama. Keuntungannya semua gambaran kesehatan klien dapat mudah dibaca.c.      Teknik komputerisasi (Computer Assisted Oriented), secara konstan dari berbgai sumber bisa dilihat informasi terkini perkembangan kesehatan klien. Data perkembangan kesehatan klien dituangkan dalam format DAR (Data, Action, Responses).Berpikir Kritis dalam pendokumentasian dataDalam pendokumentasian perawat harus berpikir kritis, hal-hal apa saja yang penting didokumentasikan untuk pasien terminal. Hal penting yang harus dicatat adalah :o        Perawat harus memperhatikan gejala fisik klien yang menyebabkan ketidaknyamanano        Perawat harus mengenali tahapan menjelang ajalo        Perawat memberikan dukungan system / lingkungan bagi klien menjelang ajal/terminalo        Perawat dapat peka dan mampu menganalisa hal yang membuat pasien terminal merasa nyaman atau tidak nyamano        Perawat melihat penerimaan keluarga dan interaksi dengan pasien terminalBUKU SUMBERSmith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to Advanced Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values. California : Addison WesleyPotter, P (1998). Fundamental of Nursing. Philadelphia : Lippincott.Atkinson, Leslie D. Fundamentals of Nursing. A Nursing Process Approach.

Jumat, 19 Juli 2013

AsKep konsep Diri

Asuhan Keperawatan Gangguan Konsep Diri

KONSEP DASAR GANGGUAN KONSEP DIRI

1.     Pengertian

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsp diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan orang lain ( Suliswati, dkk, 2005 ).

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak berbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri dengan orang terdekat dan dengan realitas kehidupan ( Stuart, 2006 ).

Gangguan harga diri atau harga diri rendah adalah perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan ( Sujono dan Teguh, 2009 ).

Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 1998).

Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998).

Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya, percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Budi Ana Keliat, 1999).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa kesesuaian antara perilaku dengan ideal diri berupa perasaan negatif terhadap kemampuan diri.

2.     Komponen konsep diri

a.       Gambaran diri / Citra tubuh

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman – pengalaman baru ( Suliswati, dkk, 2005 ).

Sikap seseorang terhadap tubuhnya baik secara sadar atau tidak sadar. Persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan serta potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Jika individu menerima dan menyukai dirinya, merasa aman dan bebas dari rasa cemas disebut self esteem meningkat ( Kusumawati dan Hartono, 2010 ).

b.      Ideal diri

Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginnkan / disukainnya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita – cita atau pengharapan diri berdasarkan norma – norma sosial di masyarakat tempat individu tersevut melahirkan penyesuaian diri ( Suliswati, dkk, 2005 ).

c.       Harga diri

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga ( Stuart, 2006 ).

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan ( Suliswati, dkk, 2005 ).

d.      Performa peran

Serangkain pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu ( Stuart, 2006 ).

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosialnya ( Suliswati, dkk, 2005 ).

e.       Identitas pribadi / identitas diri

Prinsip penorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja ( Stuart, 2006 ).

            Identitas diri adalah kesadran tentang diri sndiri yang dapat diperoleh individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berdeba dengan orang lain ( Suliswati, dkk, 2005 ).

3.      Tanda dan gejala

Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah ( Stuart, 2006 ) mengemukakan 20 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah yaitu :

a.       Mengkritik diri sendiri dan orang

b.      Penurunan produktivitas

c.       Destruktif yang diarahkan pada orang lain

d.      Gangguan dalam berhubungan

e.       Rasa diri penting yang berlebihan

f.       Perasaan yang tidak mampu

g.      Rasa bersalah

h.      Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan

i.        Perasaan negatif tentang tubuhnya sendiri

j.        Ketegangan peran yang dirasakan

k.      Pandangan hidup yang pesimis

l.        Keluhan fisik

m.    Pandangan hidup yang bertentangan

n.      Penolakan terhadap kemampuan personal

o.      Destruktif terhadap diri sendiri

p.      Pengurangan diri

q.      Menarik diri secara sosial

r.        Penyalahgunaan zat

s.       Menarik diri dari realitas dan khawatir

Berdasarkan komponen konsep diri ( Suliswati, dkk, 2005 ) :

a.       Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh :

·         Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu

·         Menolak bercermin

·         Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh

·         Menolak usaha rehabilitasi

·         Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat

·         Menyangkal cacat tubuh

b.      Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah :

·         Mengkritik diri sendiri

·         Merasa bersalah dan khawatir

·         Merasa tidak mampu

·         Menunda keputusan

·         Gangguan berhubungan

·         Menarik diri dari realita

·         Merusak diri

·         Membesar – besarkan diri sebagai orang penting

·         Perasaan negatif terhadap tubuh

·         Ketegangan peran

·         Pesimis menghadapi hidup

·         Keluhan fisik

·         Penyalahgunaan zat

c.       Perubahan perilaku yang berhubungan dengan keracunan identitas :

·         Tidak melakukan kode moral

·         Kepribadian yang bertentangan

·         Hubungan interpersonal yang eksploratif

·         Perasaan hampa

·         Perasaan mengambang tentang diri

·         Kekacauan identitas seksual

·         Kecemasan yang tinggi

·         Ideal diri tidak realistis

·         Tidak mampu berempati terhadap orang lain

d.      Perubahan perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi :

·         Afektif :

-        Kehilangan identitas diri

-        Merasa asing dengan diri sendiri

-        Perasaan tidak nyata

-        Merasa sangat terisolasi

-        Tidak ada perasaan berkesinambungan

-        Tidak mampu mencari kesenagan

·         Persepsi :

-        Halusinasi pendengaran / penglihatan

-        Kekacauan identitas seksual

-        Sulit membedakan diri dengan orang lain

-        Gangguan citra tubuh

-        Menjalani kehidupan seperti dalam mimpi

·         Kognitif :

-        Bingung

-        Disorientasi waktu

-        Gangguan berpikir

-        Gangguan daya ingat

-        Gangguan penilaian

·         Perilaku :

-        Pasif

-        Komunikasi tidak sesuai

-        Kurang spontanitas

-        Kurang pengendalian diri

-        Kurang mampu membuat keputusan

-        Menarik diri dari hubungan sosial

4.     Penyebab

a.       Faktor predisposisi

1)      Biologi :

Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti : suhu dingin atau panas, suara bising, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan yg tidak memadai dan pencemaran (polusi) udara atau zat kimia.

2)      Psikologi

Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Stressor yang lain adalah konflik, tekanan, krisis dan kegagalan.

3)      Sosio kultural

Stereotipi peran gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial (http://digilib.unimus.ac.iddiunduh 10 Mei 2012 ).

4)      Faktor predisposisi gangguan citra tubuh

·         Kehilangan / kerusakkan bagian tubuh ( anatomi / fungsi ).

·         Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh ( akibat pertumbuhan dan perkembangan atau penyakit ).

·         Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh.

·         Prosedur pengobatan seperi radiasi, kemoterapi, transplantasi.

5)      Faktor predisposisi gangguan harga diri

·         Penolakan dari orang lain.

·         Kurang penghargaan.

·         Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten.

·         Persaingan antar – saudara.

·         Kesalahan dan kegagalan yang berulang.

·         Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.

6)      Faktor predisposisi gangguan peran

·         Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat – sakit.

·         Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.

·         Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai.

·         Peran yang terlalu banyak.

7)      Faktor predisposisi gangguan identitas diri

·         Ketidakpercayaan orang tua pada anak.

·         Tekanan dari teman sebaya.

·         Perubahan struktur sosial.

b.      Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu ( internal or external sources ) yang terdiri dari :

1)      Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.

2)      Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya. Ada 3 jenis transisi peran :

a)      Perkembangan transisi, yaitu perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Pertumbuhan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma – norma budaya, nilai – nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.

b)      Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui peristiwa penting dalam kehidupan individu seperti kelahiran atau kematian.

c)      Transisi peran sehat – sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh :

·         Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.

·         Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.

·         Prosedur medis dan perawatan.

5.     Rentang respon konsep diri

Keterangan:

a.       Aktualisasi diri : Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata sukses dan diterima.

b.      Konsep diri : Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri rendah adalah menolak sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan sendiri akibat gagal menyesuaikan tingkah laku dengan cita-cita.

c.       Kerancuan identitas : Kegagalan aspek individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial, kepribadian dewasa yang harmonis.

d.      Depersonalisasi : perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri.

(Stuart, 2006).

6.     Mekanisme koping

Individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda untuk mengatasi stres. Proses koping terhadap stres menjadi pedoman untuk mengatasi reaksi stres. Koping sebagai proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan ( baik tuntutan itu yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan ) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi penuh stres ( Gustiarti, 2002 ) .

Mekanisme koping terdiri dari pertahanan jangka pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri dibagi dua yaitu :

a.       Koping jangka pendek

1)      Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri ( misalnya : konser musik, bekerja keras, dan obsesi nonton televisi ).

2)       Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara ( misalnya : ikut serta dalam kelompok sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau genk ).

3)      Aktivitas yang sementara menguatkan atau menigkatkan perasaan diri tak menentu ( misalnya : olah raga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas ).

4)       Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat identitas diluar dari hidup yang tidak bermakna saat ini ( misalnya penyalahgunaan obat ).

b.      Koping jangka panjang

Mekanisme jangka panjang meliputi :

1)   Penutupan identitas merupakan adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu.

2)   Identitas negatif merupakan asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan ( displacement ), splitting, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk ( Stuart, 2006 ).

c.       Mekanisme pertahanan ego, yang sering dipakai :

1)      Fantasi, kemampuan mengguanakan tanggapan – tanggapan yang sudah ada ( dimiliki ) untuk menciptakan tanggapan baru.

2)      Disosiasi, respon yang tidak sesuai dengan stimulus

3)      Isolasi, menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar

4)      Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada orang lain

5)      Displacement, mengeluarkan perasaan – perasaan yang tertekan pada orang yang kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KONSEP DIRI

1.     Pengkajian

a.       Perilaku

Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang obyektif dan teramati serta bersifat subyektif dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan harga diri yang rendah, kerancuan identitas dan depersonalisasi.

1)      Perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah :

a)      Mengkritik diri sendiri atau orang lain

b)      Penurunan produktifitas

c)      Destruktif yang di arahkan pada orang lain

d)     Gangguan dalam berinteraksi

e)      Rasa diri penting yang berlebihan

f)       Rasa bersalah

g)      Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan

h)      Perasaan negative mengenai tubuhnya sendiri

i)        Ketegangan peran yang di rasakan

j)        Pandangan hidup yang pesimis

k)      Keluhan fisik.

l)        Pandangan hidup yang bertentangan

m)    Penolakan terhadap kemampuan personal

n)      Destruktif terhadap diri sendiri

o)      Menarik diri secara sosial

p)      Menarik diri dari realitas

q)      Khawatir

2)      Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas :

a)      Tidak ada kode  moral

b)      Sifat kepribadian yang bertentangan

c)      Hubungan interpersonal eksploitatif

d)     Perasaan hampa

e)      Perasaan mengambang tentang diri sendiri

f)       Kerancuan gender

g)      Tingkat ancietas yang tinggi

h)      Ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain

i)        Kehilangan keautentikan

j)        Masalah intimasi

3)      Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi :

a)      Afektif

(1)   Mengalami kehilangan identitas

(2)   Perasaan asing terhadap diri sendiri

(3)   Perasaan tidak aman, rendah diri, takut, malu

(4)   Perasaan tidak realistis

(5)   Rasa terisolasi

(6)   Kurang rasa kesinambungan dalam diri

(7)   Ketidakmampuan untuk mencari kesenangan atau perasaan untuk mencapai sesuatu ( tidak ada rasa puas )

b)      Perseptual

(1)   Halusinasi penglihatan dan pendengaran

(2)   Kebingungan tentang seksual diri sendiri

(3)   Kesulitan membedakan diri sendiri dengan orang lain

(4)   Gangguan citra tubuh / gambaran diri

(5)   Mengalami dunia seperti dalam mimpi

c)      Kognitif

(1)   Bingung / kacau

(2)   Disorientasi waktu

(3)   Gangguan / distorsi berfikir

(4)   Gangguan daya ingat

(5)   Gangguan penilaian

(6)   Adanya kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama

d)     Perilaku

(1)   Afek yang tumpul

(2)   Keadaan emosi yang pasif dan tidak berespon

(3)   Komunikasi yang tidak serasi atau ideosinkratik

(4)   Kurang spontanitas dan animasi

(5)   Kehilangan kendali terhadap impuls

(6)   Tidak ada inisiatif dan mampu mengaambil keputusan

(7)   Menarik diri secara sosial

b.      Faktor predisposisi

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang meliputi :

1)      Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lan serta ideal diri yang tidak realistis.

2)      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran meliputi streotipik, peran seks, tuntutan peran kerja dan harapan peran cultural.

3)      Faktor yang memepengaruhi identitas personal meliputi ketidak percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan dalam stuktur social.

c.       Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu, yang dibagi menjadi :

1)      Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan seperti konsep berikut ini :

a)      Konflik peran : ketidak sesuaian peran antara yang dijalankan dengan yang diinginkan.

b)      Peran yang tidak jelas : kurang pengetahuan individu tentang peran yang dilakukannya.

c)      Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat untuk menamppilkan seperangkat peran yang kompleks.

2)      Perkembangan transisi yaitu perubahan norma yang berkaitan dengan individu, termasuk keluarga dan norma-norma kebudayaan, nilai-nilai untuk menyesuaikan diri.

3)      Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.

4)      Transisi peran sehat-sakit yaitu peran yang diakibatkan oleh keadaan sehat atau keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan oleh :

a)      Kehilangan bagian tubuh.

b)      Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.

c)      Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan.

d)     Prosedur pengobatan dan perawatan.

5)      Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan, ketidak seimbangan bio-kimia, gangguan penggunaan obat, alkohol dan zat.

d.      Stressor pencetus

Stressor pencetus ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal :

1)      Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.

2)      Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran :

a)      Transisi peran perkembangan yaitu perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan untuk penyesuaian diri.

b)      Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

c)      Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :

(1)   Kehilangan bagian tubuh.

(2)   Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh.

(3)   Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal.

(4)   Prosedur medis dan keperawatan.

e.       Sumber-sumber koping

Semua orang yang terganggu perilakunya tetap mempunyai beberapa kelebihan personal meliputi :

1)      Aktivitas olah raga dan aktivitas lain di luar rumah.

2)      Hobi dan kerajinan tangan.

3)      Seni yang ekspresif.

4)      Kesehatan dan perawatan diri.

5)      Pekerjaan, vokasi atau posisi.

6)      Bakat tertentu.

7)      Kecerdasan.

8)      Imajinasi dan kreativitas.

9)      Hubungan interpersonal.

f.       Mekanisme koping

Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.

Pertahanan jangka pendek meliputi :

1)      Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas misalnya konser musik, bekerja keras, dan menonton televisi secara obsesif.

2)      Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara misalnya ikut serta dalam aktivitas social, agama, klub politik, kelompok atau geng.

3)      Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri misalnya olah raga yang kompetitif, pencapaian akademik, konteks untuk mendapatkan popularitas.

4)      Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu misalnya penyalahgunaan obat.

Pertahanan jangka panjang meliputi :

1)      Penutupan identitas, adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting baik individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi diri individu tersebut.

2)      Identitas negative, asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai dan harapan masyarakat.

2.     Diagnosa keperawatan

Masalah-masalah konsep diri berkaitan dengan perasaan-perasaan ansietas, bermusuhan dan rasa bersalah. Perasaan ini sering menimbulkan proses penyebaran diri dan sirkuler bagi individu yang dapat menimbulkan respon koping maladaptif yang paling hebat. Respon dapat terlihat dalam berbagai pengalaman yang mengancam integritas fisik dan integritas system diri seseorang.

Pengkajian keperawatan yang lengkap mencakup semua respon maladaptive pasien. Banyak masalah keperawatan tambahan akan diidentifikasi berdasarkan bagaimana konsep diri dipengaruhi oleh berbagai area kehidupan.

Diagnosa Keperawatan Nanda yang berhubungan dengan respon konsep diri :

a.       Gangguan citra tubuh

1)      Komunikasi,kerusakan verbal

2)      Koping, individu inefektif

3)      Gangguan penyaluran energi

4)      Berduka, disfungsi

5)      Keputusasaan

b.      Gangguan identitas personal

1)      Ketidakberdayaan.

c.       Penampilan peran, perubahan

1)  Defisit perawatan diri

d.      Gangguan harga diri

1)      Perubahan persepsi sensoris

2)      Pola seksualitas, perubahan

3)      Interaksi sosial

4)      Distress spiritual kesejahteraan spiritual, potensi untuk di tingkatkan.

5)      Proses pikir, perubahan

6)      Amuk, resiko terhadap

DIAGNOSA MEDIS DSM-IV YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPON KONSEP DIRI

Diagnosa DSM-IV

Gambaran Penting

Masalah Identitas

Ketidakpastian tentang banyak masalah yang terkait dengan identitas seperti tujuan jangka panjang, pilihan karir, pola persahabatan, orientasi dan perilaku seksual, nilai moral, dan loyalitas kelompok.

Amnesia Disosiatif

Gangguan yang utama yaitu adanya satu atau lebih episode ketidakmampuan untuk mengingat kembali informasi personal yang penting, biasanya bersifat traumatis atau menimbulkanstres, yang terlalu ekstensif untuk di jelaskan oleh seseorang yang asalnya pelupa.

Fuga Disosiatif

Gangguan utama terjadi secara tiba-tiba, melakukan perjalanan jauh dari rumah atau ke tempat biasa bekerja tanpa direncanakan, dengan ketidakmampuan untuk mengingat yang lalu. Bingung tentang identitas personal atau mengasumsi identitas baru.

Identitas Disosiatif ( Kelainan Kepribadian Ganda )

Adanya dua atau lebih identitas atau keadaan kepribadian (tiap kepribadian mempunyai pola persepsi, berhubungan, dan berpikir tentang didi sendiri dan lingkungan yang berbeda). Sedikitnya dua identitas atau keadaan kepribadian mengendalikan perilaku seseorang. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi personal yang terlalu ekstensif untuk dijelaskan oleh seorang asalnya biasa.

Kelainan Depersonalisasi

Pengalaman yang timbul kembali atau menetap berupa perasaan terpisah dari proses kejiwaan atau tubuh seseorang dan sepertinya berada dalam posisi pengamat (misal : perasaan seperti sedang bermimpi). Selama mengalami depersonalisasi, uji realitas tetap utuh. Depersonalisasi menyebabkan distress klinis atau kerusakan fungsi yang bermakna.

3.     Perencanaan Keperawatan

Tujuan Umum : Meningkatkan aktualisasi diri pasien dengan membantu menumbuhkan, mengembangkan, menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidak mampuan.

Tujuan Khusus : Pasien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep diri dan membantu pasien agar lebih mengerti akan dirinya secara tepat.

RENCANA PENYULUHAN PASIEN HUBUNGAN KELUARGA

Isi

Aktivitas Instruksional

Evaluasi

Definisikan konsep tentang perbedaan diri pada dalam keluarga asal individu.

Bahas perbedaan antara tingkat perbedaan diri yang tinggi dan rendah. Minta pasien untuk mengidentifikasi tingkat fungsi antara anggota keluarga.

Pasien mengidentifikasi tingkat fungsi asalnya.

Uraikan karakteristik penyatuan emosi, jalan pintas emosi dan triangulasi.

1.      Analisa jenis dan pola hubungan keluarga.

2.      Gunakan kertas dan pensil untuk menggambar diagram pola keluarga.

1.      Pasien menguraikan pola interaksi dalam keluarga sendiri.

2.      Pasien mengidentifikasi peran dan perilakunya.

Bahas peran pembentukan dan pembawa gejala dalam keluarga.

1.      Buat pasien agar peka terhadap dinamika keluarga dan manifestasi stres.

2.      Dukung komunikasi keluarga.

1.      Pasien mengenali konstribusi keluarga terhadap stres yang dialami oleh anggota keluarga.

2.      Pasien menghubungi anggota keluarga.

Uraikan genogram keluarga dan perlihatkan bagaimana membuatnya.

1.      Gunakan papan tulis untuk menggambarkan genogram keluarga.

2.      Tugaskan genogram keluarga.

1.      Pasien memperoleh informasi yang sesungguhnya tentang keluarga.

2.      Pasien menyusun genogram keluarga.

Analisa kebutuhan akan obyektivitas dan tanggung jawab untuk mengubah perilaku sendiri dan bukan perilaku orang lain.

1.      Bermain peran interaksi dengan berbagai anggota keluarga.

2.      Dukung uji coba cara berinteraksi yang baru dengan anggota keluarga.

Pasien menunjukkan tingkat perbedaan yang tinggi dari keluarga asalnya.

4.     Implementasi

Intervensi keperawatan membantu pasien memeriksa penilaian kognitif dirinya terhadap situasi yang berhubungan dengan perasaan untuk membantu pasien meningkatkan penghayatan diri dan kemudian melakukan tindakan untuk mengubah perilaku. Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan tingkat intervensi yang progresif meliputi :

a.       Memperluas kesadaran diri.

b.      Eksplorasi diri.

c.       Evaluasi diri.

d.      Perencanaan yang realistis.

e.       Komitmen atau bertanggung jawab terhadap tindakan.

Prinsip

Rasional

Intervensi Keperawatan

Tujuan : Memperluas Kesadaran Diri Pasien

Bina hubungan terbuka, saling percaya

Kurangi ancaman yang terlihat dalam sikap perawat terhadap pasien, bantu pasien untuk meluaskan dan menerima semua aspek kepribadian

1.      Tawarkan penerimaan tanpa syarat.

2.      Dengarkan pasien.

3.      Dukung pembahasan tentang pikiran dan perasaan pasien.

4.      Berespon tanpa mendakwa.

5.      Sampaikan bahwa pasien adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

Bekerja dengan kemampuan yang dimiliki pasien.

Kekuatan ego tingkat tertentu, seperti kapasitas untuk uji realitas, control diri atau tingkat integritas ego, dibutuhkan sebagai dasar asuhan keperawatan kemudian.

1.      Identifikasi kekuatan ego pasien.

2.      Arahkan pasien sesuai dengan kemampuan minimal :

a.       Mulai dengan meyakinkan identitas pasien.

b.      Berikan dukungan untuk mengurangi tingkatkepanikan (cemas).

c.       Dekati pasien dengan cara tidak menuntut.

d.      Terima dan upayakan klarifikasi komunikasi verbal dan non verbal.

e.       Cegah pasien dari pengisolasian diri.

f.       Bina rutinitas yang sederhana bagi pasien.

g.      Tetapkan batasan untuk perilaku yang tidak tepat.

h.      Orientasi pasien terhadap realitas.

i.        Kuatkan perilaku yang sesuai.

j.        Tingkatkan aktivitas dan tugas yang dapat memberikan pengalaman positif secara bertahap.

k.      Bantu dalam kebersihan dan kecantikan diri.

l.        Dukung pasien dalam asuhan mandiri.

Memaksimalkan peran serta pasien dalam hubungan terapeutik

Timbal balik diperlukan bagi pasien untuk menerima tanggung jawab terhadap perilaku dan respon kopingnya yang maladaptif.

1.      Tingkatkan peran serta pasien secara bertahap dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan asuhan dirinya.

2.      Sampaikan bahwa pasien adalah individu yang bertanggung jawab.

Tujuan : Mendukung Eksplorasi Diri Pasien

Bantu pasien untuk menerima perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya.

Dengan menunjukkan miat dan penerimaan terhadap perasaan dan pikiran pasien, perawat membantu pasien untuk melakukan hal yang sama.

1.      Dukung ekspresi emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran pasien secara verbal dan non verbal.

2.      Gunakan keterampilan komunikasi terapeutik dan respon empati.

3.      Catat penggunaan pemikiran logis dan tidak logis pasien serta laporkan dan amati respon emosinya.

Bantu pasien mengklarifikasi konsep diri dan hubungan dengan orang lain melalui pengungkapan diri.

Pengungkapan diri dan pemahaman terhadap persepsi diri diperlukan untuk membawa perubahan yang akan datang, pengungkapan diri dapat mengurangi ansietas.

1.      Bangkitkan persepsi pasien tentang kelebihan dan kekurangan diri yang dimiliki.

2.      Bantu pasien untuk menguraikan keyakinan ideal diri.

3.      Identifikasi kritik diri pasien.

4.      Bantu pasien untuk menguraikan keyakinan tentang bagaimana ia berhubungan dengan orang lain dan dengan peristiwa.

Menyadari dan mengontrol perasaan perawat.

Kesadaran diri memungkinkan perawat memberikan model perilaku otentik dan membatasi pengaruh negatif kontertransferens dalam hubungan.

1.      Terbuka terhadap perasaan anda sendiri.

2.      Terima perasaan positif dan negatif.

3.      Gunakan diri secara terapeutik dengan :

a.       Berbagi perasaan anda dengan pasien.

b.     Mengungkapkan tentang apa yang mungkin orang lain rasakan.

c.       Mencerminkan persepsi anda terhadap perasaan pasien.

Berespon empati bukan simpati, tekankan bahwa kekuatan untuk berubah berada pada pasien.

Simpati dapat menimbulkan rasa kasihan pasien; sebaliknya, perawat harus mengkomunikasikan bahwa situasi kehidupan pasien memrlukan kendali diri.

1.      Gunakan respon empati dan pantau diri anda terhadap perasaan simpati atau kasihan.

2.      Tegaskan bahwa pasien bukan tidak berdaya atau tak kuasa dalam menghadapi masalah.

3.      Tunjukkan pada pasien baik secara verbal maupun melalui perilaku bahwa pasien bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri, termasuk memilih respon koping yang adaptif atau maladaptif.

4.      Gunakan sistem pendukung dari keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi eksplorasi diri pasien.

5.      Bantu pasien dalam mengenali sifat konflik dan respon koping maladaptif.

Tujuan : Membantu Evaluasi Diri Pasien

Bantu pasien untuk menjabarkan masalah secara jelas.

Hanya setelah masalah dijabarkan dengan benar, pilihan alternatif dapat diusulkan.

1.      Identifikasi stressor yang relevan dan penilaian pasien terhadap stressor.

2.      Klarifikasi bahwa keyakinan pasien mempengaruhi perasaan dan perilakunya.

3.      Bersama pasien mengidentifikasikan keyakinan yang salah ilusi, tujuan yang tidak realistis.

4.      Identifikasi bersama area kekuatan.

5.      Tempatkan konsep keberhasilan dan kegagalan dalam pandangan yang sesuai.

6.      Gali penggunaan sumber koping pasien.

Gali respon adaptif dan maladaptive pasien terhadap masalah.

Penggalian koping tersebut penting untuk memeriksa pilihan koping pasien dan mengevaluasi akibat positif dan negatif.

1.      Uraikan kepada pasien bahwa semua respon koping dapat dipilih dan mempunyai akibat baik positif maupun negatif.

2.      Bandingkan respon adaptif dan maladaptif.

3.      Identifikasi bersama kerugian respon koping yang maladaptif.

4.      Identifikasi bersama keuntungan atau hasil respon koping adaptif.

5.      Bahas bagaimana hasil tersebut mendukung penggunaan respon koping adaptif selanjutnya.

6.      Gunakan berbagai keterampilan terapeutik, seperti :

a.       Komunikasi fasiliatif

b.      Konfrontasi suportif

c.       Klarifikasi peran

d.      Reaksi transferens dan kontertranferens dalam hubungan perawat-klien

e.       Psikodrama

Tujuan : Membantu Pasien Dalam Merumuskan Rencana Tindakan yang Realistis.

Bantu pasien mengidentifikasi pemecahan masalah alternatif.

Hanya setelah semua alternatif yang memungkinkan dievaluasi baru dapat terjadi suatu perubahan.

1.      Bantu pasien memahami bahwa hanya dia yang dapat mengubah dirinya, bukan orang lain.

2.      Jika pasien berpegang pada persepsi yang tidak konsisten, bantu pasien untuk melihat bahwa dia dapat mengubah :

a.       Keyakinan atau ideal mendekati suatu kenyataan.

b.      Lingkungan membuatnya konsisten dengan keyakinan pasien.

3.      Jika konsep diri tidak konsisten dengan perilaku, pasien dapat mengubah :

a.       Perilaku yang sesuai dengan konsep diri.

b.      Keyakinan yang melatar belakangi konsep diri termasuk perilaku.

c.       Ideal diri.

4.      Tinjau bersama bagaimana pasien dapat lebih baik menggunakan sumber koping.

Bantu pasien mengkonseptualisasi tujuan yang realistik.

Penetapan tujuan harus mencakup jabaran yang jelas tentang perubahan yang diharapkan.

1.      Dorong pasien untuk merumuskan tujuannya sendiri (bukan tujuan perawat).

2.      Bahas bersama konsekuensi yang bersifat emosional, praktikal dan realistic dari tiap tujuan.

3.      Bantu pasien untuk menjabarkan secara jelas perubahan konkrit yang diinginkan.

4.      Gunakan latihan peran, contoh peran, permainan peran, dan visualisasi jika sesuai.

Tujuan : Membantu Pasien agar Bertekat untuk Membuat Keputusan dan Mencapai Tujuannya Sendiri.

Bantu pasien melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengubah respon koping maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.

Tujuan utama dalam meningkatkan penghayatan adalah membuat pasien mengganti respon koping yang maladaptif dengan yang lebih adaptif.

1.      Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengalami suatu keberhasilan.

2.      Dukung kekuatan, keterampilan dan aspek yang sehat dari kepribadian pasien.

3.      Dukung pasien untuk memperoleh bantuan (pekerjaan, finansial, pelayanan masyarakat).

4.      Gunakan kelompok untuk meningkatkan harga diri pasien.

5.      Tingkatkan perbedaan diri pasien dalam keluarga.

6.      Beri pasien waktu yang cukup untuk berubah.

7.      Beri sejumlah dukungan yang sesuai dan positif untuk membantu pasien mempertahankan kemajuannya.

5.      Evaluasi

a.       Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien telah menurun dalam sifat, jumlah, asal atau waktu ?

b.      Apakah perilaku pasien mencerminkan penerimaan diri, nilai diri dan persetujuan diri yang lebih besar ?

c.       Apakah sumber koping pasien sudah dikaji dan dikerahkan secara adekuat ?

d.      Apakah pasien sudah meluaskan kesadaran diri dan eksplorasi serta evaluasi diri ?

e.       Apakah pasien menggunakan respon koping yang adaptif ?

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A, dkk. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Keliat, B.A, dkk. 1992. Gangguan Konsep Diri. Jakarta: EGC.

Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa edisi : 3.Jakarta: EGC.

Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan, Cetakan pertama. Jakarta : EGC.

Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: